TUGAS MAKALAH EPTIK
INFRINGEMENTS OF PRIVACY
Disusun oleh:
Aliamat Parinduri 12172279
Aldi Tegar Prakoso 12172276
Maulana Yazid 12172310
Paujian Gilang Permana 12172679
Rizki Maulana 12172680
Program Studi Sistem Informasi
Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Bina Sarana Informatika PSDKU Bogor
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
1.2. Maksud
dan Tujuan
1.3. Batasan
Masalah
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Cybercrime
2.2. Latar
Belakang Cyberlaw
2.3. Pengertian
Cyberlaw
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengertian
Infringement of Privacy
3.2. Faktor
Penyebab Infringement of Privacy
3.3. Landasan
Hukum Infringements of Privacy
3.4. Contoh
Kasus
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.2. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Saat ini perkembangan teknologi informasi semakin
cepat dan canggih terutama pada era globalisasi, kebutuhan akan informasi yang
cepat, tepat dan hemat menjadikan internet sebagai salah satu sarana utama
untuk berkomunikasi dan bersosialisasi oleh semua kalangan masyarakat dari
perorangan sampai dengan perusahaan.Internet sendiri merupakan jaringan komputer
yang bersifat bebas dan terbuka ,dengan demikian diperlukan usaha untuk
menjamin keamanan informasi terhadap komputer yang terhubung dengan jaringan
internet dikarenakan ada sisi lain dari pemanfaatan internet yang bersifat
mencari keuntungan dengan cara yang negative.
1.2.
Maksud dan Tujuan
Maksud
dari penulis membuat makalah ini adalah :
1.
Menambah wawasan tentang
Infringements of Privacy
Sedangkan
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi nilai pra UAS mata
kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi pada semester 6 ini.
1.3.
Batasan Masalah
Dalam
penulisan Makalah ini, penulis hanya terfokus pada pembahasan Infringements of
Privacy.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement
of privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime.
Karena kegiatan infringement of privacy berkaitan dengan istilah cybercrime.
Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan
teknologi computer, khususnya teknologi
internet. Cybercrime didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang
memanfaatkan teknologi computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan
teknologi internet.
Cybercrime merupakan bentik-bentuk kejahatan yang
timbul karena pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan
cybercrime dengan computer crime.the U.S department of justice memberikan
pengertian computer crime sebagai “any illegal act requiring knowledge of
computer technologi for its perpetration,investigation,or prosecution”
pengertian tersebut indentik dengan yang diberikan organization of European
community development,yang mendefinisikan computer crime sebagai “any
illegal,unethical or unauthorized behavior relating to yhe automatic processing
and/or the transmission of data“, adapun andi hamzah (1989) dalam tulisannya
“aspek –aspek pidana dibidang computer“ mengartikan kejahatan komputer sebagai
“Kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan
komputer secara ilegal”. Dari beberapa pengertian diatas, secara ringkas dapat
dikatakan bahwa cyber crime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan hukum
yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun
tidak, dengan merugikan pihak lain.
2.2.
Latar Belakang Cyberlaw
Cyber law erat lekatnya dengan dunia kejahatan. Hal
ini juga didukung oleh globalisasi. Zaman terus berubahubah dan manusia
mengikuti perubahan zaman itu. Perubahan itu diikuti oleh dampak positif dan
dampak negatif. Ada dua unsur terpenting dalam globalisasi. Pertama, dengan
globalisasi manusia dipengaruhi dan kedua, dengan globalisasi manusia
mempengaruhi (jadi dipengaruhi atau mempengaruhi).
2.3.
Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw adalah hukum yang digunakan didunia maya
(cyber space) yang umumnya diasosiasikan dengan internet. Cyberlaw merupakan
aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi suatu aspek yang berhubungan dengan
orang perongan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau duni maya.
Cyberlaw sendiri merupakan istilah yang berasal dari Cyberspace Law. Cyberlaw
akan memainkan peranannya dalam dunia masa depan, karena nyaris tidak ada lagi
segi kehidupan yang tidak tersentuh oleh keajaiban teknologi dewasa ini dimana
kita perlu sebuah perangkat aturan main didalamnya.
Contoh
Studi Kasus CYBERLAW:
Pada tahun 1982 telah terjadi penggelapan uang di Bank
melalui komputer sebagaimana diberitakan “ Suara Pembaharuan “ edisi 10 Januari
1991 tentang dua orang mahasiswa yang membobol uang dari sebuah Bank swasta di
Jakarta sebanyak Rp. 372.100.000,00 dengan menggunakan sarana komputer.
Perkembangan lebih lanjut dari teknologi komputer berupa komputer network yang
kemudian melahirkan suatu ruang komunikasi dan informasi global yang dikenal
dengan internet.
Analisa Kasus : Kasus ini modusnya adalah murni
kriminal, kejahatan jenis ini biasanya menggunakan internet hanya sebagai
sarana kejahatan. Sebaiknya internet digunakan untuk kepentingan yang
bermanfaat, dan tidak merugikan orang lain. Penyelesaiannya, karena kejahatan
ini termasuk penggelapan uang pada Bank dengan menggunakan komputer sebagai
alat melakukan kejahatan. Sesuai dengan undang-undang yang ada di Indonesia
maka, orang tersebut diancam dengan pasal 362 KUHP tentang pencurian, mendapat
sanksi hukuman penjara selama 5 tahun. dan Pasal 378 KUHP tentang penipuan,
mendapat sanksi hukuman penjara selama 4 tahun.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Infringement of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang
yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini biasanya
ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir
data pribadi yang tersimpan secara komputerisasi, yang apabila diketahui oleh
orang lain maka dapat merugikan korban secara materil maupun immateril, seperti
nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi dan
sebagainya.
Pengertian Privacy menurut para ahli Kemampuan
seseorang untuk mengatur informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke
dan France Bélanger] dan hak dari masing-masing individu untuk menentukan
sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan informasi mengenai mereka
dalam hal berhubungan dengan individu lain. [Alan Westin].
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah
kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan
urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri
mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas
terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap
sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan,
atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang,
konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan
berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya
mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara,
privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan
beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat
dianggap pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya
demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan
dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah
pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang
memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk
mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika
informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan
seperti pada pencurian identitas.
Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal dari akar
budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D Brandeis menulis
artikel berjudul "Right to Privacy" di Harvard Law Review tahun 1890.
Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888 menggambarkan "Right to
Privacy" sebagai "Right to be Let Alone" atau secara sederhana
dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam kehidupan pribadinya.
Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk
melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan
oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang yang merasa
privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang dikenal dengan
istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran
Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser yang pada tahun 1960
memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan privasi yang terjadi.
Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk umum peristiwa yang sering
dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat kita jadikan petunjuk untuk memahami Privasi
terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan
yang dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan
privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu
adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin
menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi
lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi,
kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai
interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai
penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka
menyepi saja.
Teknologi internet ini melahirkan berbagai macam
dampak positif dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah memunculkan
berbagai kejahatan maya (cyber crime) yang meresahkan masyarakat Internasional
pada umunya dan masyarakat Indonesia pada khususnya. Kejahatan tersebut perlu
mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang terhadap
kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan
kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini
akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu
pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli,
merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen.
Kejahatan Mayantara ini bersifat transnasional, dan
karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya, sehingga selain hukum nasional juga
dalam konvensi-konvensi internasional sehingga perlu kepastian hukum dalam
mencegah dan menanggulanginya. Berbagai upaya digunakan dalam menindak pelaku
cyber crime dengan Undang-Undang yang sesuai dengan kebutuhan perkembangan
teknologi informasi di Indonesia.
3.2.
Faktor Penyebab
Infringement of Privacy
3.2.1. Kesadaran
Hukum
Masayarakat
Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber crime masih dirasa
kurang Hal ini disebabkan antara lain oleh kurangnya pemahaman dan pengetahuan
(lack of information) masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of
information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crime mengalami kendala,
yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses pengawasan
(controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas yang diduga berkaitan dengan
cyber crime. Mengenai kendala yakni proses penaatan terhadap hukum, jika
masyarakat di Indonesia memiliki pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber
crime maka baik secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk
suatu pola penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan
ancaman pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau pola
penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat hukum.
Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime, menimbulkan peran
masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat mengalami lack of
information, peran mereka akan menjadi mandul.
3.2.2. Faktor
Penegak Hukum
Masih
sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk teknologi informasi
(internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana ditangkap, aparat penegak
hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti yang dapat dipakai
menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan memiliki sistem
pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah pun belum siap
dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak institusi
kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi dengan
jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian canggih,
memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
3.2.3. Faktor
Ketiadaan Undang-Undang
Perubahan-perubahan
sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak selalu berlangsung bersama-sama,
artinya pada keadaan-keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur
lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki
perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga
terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai
tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya
penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi
penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna
mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur
cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya
suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas
legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak
diterapkan secara tegas atau diperkenankan
untuk terdapat pengecualian.
3.3.
Landasan Hukum Infringements of
Privacy
Undang – Undang ITE ( Informasi dan Transaksi
Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1.
Bahwa pembangunan
nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa
tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
2.
Bahwa globalisasi
informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi
dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk hingga pembangunan
teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.
Bahwa perkembangan dan
kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan
kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4.
Bahwa penggunaan dan pemanfaatan
teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara, dan
memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan peraturan
perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5.
Bahwa pemanfaaatn
teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan
perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6.
Bahwa pemerintah perlu
mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan
pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan nilai-nilai
agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7.
Bahwa berdasarkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf f, perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan
transaksi elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang informasi
transaksi elektronik:
Bab
I, tentang Ketentuan Umum
Bab
II, tentang Asas dan Tujuan
Bab
III, tentang informasi,dokumen,dan tanda tangan elektronik
Bab
IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi elektronik dan sistem elektronik
Bab
V, tentang transaksi elektronik
Bab
VI, tentang domain hak kekayaan intelektual,dan perlindungan hak pribadi
Bab
VII, tentang perbuatan yang dilarang
Bab
VIII, tentang penyelesain sengketa
Bab
IX, tentang peran pemerintah dan masyarakat
Bab
X, tentang penyidikan
Bab
XI, tentang ketentuan pidana
Bab
XII, tentang ketentuan peralihan
Bab
XIII, tentang ketentuan penutup
Atau
UU ITE pasl 27 ayat 3.
Bunyi
Pasal 27 ayat 3 adalah sebagai berikut :
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran pasal disebutkan
pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka merasa
terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu
subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung
apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau
antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal
karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin
mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal
ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal
311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien.
Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive
Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa
dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 %
(Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang
tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau.
Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin
dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat
ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu
yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya
waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah
sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi
orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan
sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di Amerika Serikat
yaitu RUU SOPA dan PIPA. SOPA adalah singkatan Stop Online Piracy Act. Yaitu
rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU ini diusulkan
pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011. Dengan UU
SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan online yang
dianggap illegal.
PIPA
adalah singkatan dari Protect Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual. RUU PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh
Senator Patrick Leahy. RUU tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang
disebabkan oleh pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang
palsu.
RUU
ini bertujuan untuk :
a.
Melindungi kekayaan
intelektual dari pencipta konten
b.
Perlindungan terhadap
obat-obatan palsu
c.
Setelah RUU SOPA dan PIPA
muncul juga RUU CISPA.
d.
CISPA adalah singkatan
dari Cyber Intelligence Sharing and Protection Act.Adapun Kutipan dari
CISPA atau Sharing Intelijen Cyber dan Undang-Undang
Perlindungan:
"Menyimpang
dari ketentuan hukum lain, sebuah entitas mandiri yang dilindungi mungkin,
untuk tujuan cybersecurity - (i) menggunakan sistem cybersecurity untuk
mengidentifikasi dan memperoleh informasi cyberthreat untuk melindungi hak-hak
dan milik diri seperti dilindungi entitas, dan (ii) saham cyberthreat seperti
informasi dengan entitas lain, termasuk Pemerintah Federal.
3.4.
Contoh Kasus
Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat
pornografi, menghina, mencemarkan nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada
Prita Mulyasari yang menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena
surat elektronik yang dibuat olehnya.
a. Melakukan
penyadapan informasi. Seperti halnya menyadap transmisi data orang lain.
b. Melakukan
penggadaan tanpa ijin pihak yang berwenang. Bisa juga disebut dengan hijacking. Hijacking merupakan kejahatan
melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering terjadi yaitu
pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
c. Melakukan
pembobolan secara sengaja ke dalam
sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized
Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi ketika
seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara
tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan
komputer yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang
berkepentingan (pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini adalah
probing dan port.
d. Memanipulasi,
mengubah atau menghilangkan informasi yang sebenarnya. Misalnya data forgery
atau kejahatan yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada
dokumen-dokumen penting yang ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya
dimiliki oleh institusi atau lembaga yang memiliki situs berbasis web database.
Contoh lainnya adalah Cyber Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber Espionage
merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan
kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem jaringan
komputernya.
Sabotage dan Extortion merupakan jenis kejahatan yang
dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu
data, program komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan
internet.
e. Google
telah didenda 22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang
yang menggunakan web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja
dibandingkan dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda
itu, yang diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC),
adalah yang terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang
melanggar persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan
cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang
menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google
mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi
pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google sudah setuju untuk membayar denda
tadi, yang merupakan penalti terbesar yang pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar
instruksi FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk terjadi pula
di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat berlangsung pada
proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada penyebarluasan
(broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita dapat saja
merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan mengganggu
wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa
mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi
yang sepatutnya tidak di usik. Hak atas kebebasan bergerak dan melindungi
kehidupan pribadi sebenarnya telah disadari oleh banyak selebritis Indonesia.
Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan pernyataan-pernyataan cerdas dari
beberapa selebriti kita tentang haknya untuk melindungi kehidupan pribadinya.
Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud memang tidak terdapat garis hukum
yang tegas sehingga masih bergantung pada subjektifitas pihak-pihak yang
terlibat. Dalam proses penyebarluasan (penyiaran), pelanggaran Privasi dalam
bentuk fakta memalukan (embarrassing fact) anggapan keliru (false light) lebih
besar kemungkinannya untuk terjadi. Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya
bergantung pada perasaan subjektif si objek berita. Subjektifitas inilah
mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan sikap antara PARFI dan PARSI yang
diungkap diatas dimana disatu pihak merasa prihatin dan dipihak lain merasa
berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan infotainment. sebagai contoh :
a. Pelanggaran
terhadap privasi Tora sudiro, hal ini terjadi Karena wartawan mendatangi
rumahnya tanpa izin dari Tora.
b. Pelanggaran
terhadap privasi Aburizal bakrie, hal ini terjadi karena publikasi yang
mengelirukan pandangan orang banyak terhadap dirinya.
c. Pelanggaran
terhadap privasi Andy Soraya dan bunga citra lestari, hal ini terjadi karena
penyebaran foto mereka dalam tampilan vulgar kepada publik.
BAB IV
PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Dari makalah ini kami menyimpulkan bahwa infringement
of privacy adalah suatu kegiatan atau aktifitas untuk mencari dan melihat
terhadap keterangan pribadi seseorang yang tersimpan pada formulir data pribadi
yang tersimpan secara komputerisasi.
4.2.
Saran
Penulis memberikan saran kepada pengguna internet, untuk menggunakan secara positif dan tidak memanfaatkan perkembangan teknologi internet sebagai bahan
untuk merugikan orang lain.
No comments:
Post a Comment